keyfind

keyfind

Berbagi, Memahami


         

         


Beberapa minggu terakhir ini, ada banyak air mata yang menetes jatuh dengan berbagai kisah di dalamnya. Entah itu air mata penyesalan, entah itu air mata ketakutan. Semua memiliki alasan tersendiri yang sangat beragam. Dalam sekejap melangkahnya manusia dalam perputaran waktu kehidupan ini tak sedikit yang sadar akan posisi dimana mereka berada. Orang bijak muslim berkata,” Barang siapa yang hari ini lebih baik dari kemarin adalah orang yang beruntung. Bila hari ini sama dengan kemarin, berarti orang merugi. Dan jika hari ini lebih jelek dari kemarin adalah orang celaka”. Dari kalimat tersebut sewajarnya manusia dapat memetik hikmah dan pelajaran yang dikandungnya. Namun selalu tidak ada paksaan dalam penerapannya. Itu semua kembali pada siapa pun yang ingin atau tidak ingin melakukannya. Lagipula yang merasakan buah hasil kerja manusia adalah manusia itu sendiri terlepas dari pahit atau manisnya buah yang dihasilkan.

 Terfokus kembali pada roda kehidupan, manusia hidup seperti tali yang terikat pada tiang yang apabila digerakkan naik turun akan membentuk sebuah gelombang yang terdiri atas lembah dan puncak. Terkadang posisi kita sebagai manusia berada di lembah yang curam menjorok ke bawah. Terkadang pula kita berada di puncak dan menikmati kekayaan Tuhan yang tak jarang terlupakan oleh banyak insan dalam mensyukuri atas segala kasih dan sayang-Nya. Ya, hidup itu fluktuatif, dinamis, nonstagnan, dan lain sebagainya yang menunjukkan bahwa hidup itu merupakan tantangan yang harus ditaklukkan dalam keadaan yang tidak tetap. Tuntutan untuk bangkit meraih semangat kembali demi meraih cita-cita ada ketika kita terjatuh karena hal yang mungkin menuntun kita kepada gerbang kesuksesan yang selama ini tidak hanya dinanti diri kita sendiri, tetapi juga orang-orang yang peduli, berharap, dan berdoa untuk kebahagiaan kita.

Perlukah menangis? Perlukah menyesal? Perlukah ketakutan? Apa pun bentuknya semua diperlukan jika itu dapat membuat kita berintrospeksi, bermuhasabah, bercermin, dan bertanya, “Apa sebenarnya yang keliru dari diri ini?”. Kesalahan yang terjadi pada diri hanya diketahui oleh sang pemilik. Silakan marah, silakan kesal, silakan meratap atas musibah yang menimpa, tetapi lekaslah enyah dan bebaskan diri Anda dari semua perasaan itu sebelum semuanya terenggut oleh emosi yang sakit. Dan jangan pernah sesekali menyalahkan diri sendiri terlalu keras sebelum semua harapan lenyap ditelan amarah. Bukankah wajar jika kita mengalami sakit sebelum senang? Jika tidak, tidak akan ada peribahasa yang mengatakan,”berakit-rakit ke hulu berenang ke tepian, bersakit-sakit dahulu lalu senang kemudian”, ya pokoknya lebih kurang seperti itu, right? So what’s next? Jadi ya… cobalah untuk memahami bahwa kegagalan itu bukan akhir dari segalanya.

Oh iya, perlu kita ingat juga bahwa kita tidak hidup sendirian. Selalu ada orang-orang di sekeliling kita yang bersedia menjadi sandaran apabila kita telah yakini, percayai, dan menjalin hubungan yang baik dengannya. Jangan mencoba untuk menampakkan sikap egois dengan menutup dan menjauhkan diri dari lingkungan yang menatap kita dengan tatapan berbinar kepedulian. Dekati mereka dan cobalah untuk berbagi apa yang kita rasakan baik manis maupun pahit. Berhentilah berpikir bahwa semua orang yang pernah ditemui itu “sama”. Hmm… wow! Pemikiran yang sangat konvensional dan subjektif. Namun maaf, itu cara berpikir yang kurang benar. Kurang benar bukan berarti salah. Hanya saja ada yang perlu dipikirpanjangkan kembali mengenai hal yang disebut “semua orang itu sama”. Well, mungkin ada benarnya, tetapi hanya berlaku bagi beberapa orang yang memiliki pengalaman buruk dalam berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya. Teringat sebuah serial TV dengan judul Smallville yang berisikan kisah superhero pada masa mudanya di episode ketiga, didalamnya terkutip kata yang menyebutkan,”Orang-orang berubah”. Kutipan tersebut bukan berarti bahwa orang-orang akan berubah menjadi monster, manusia super, atau makhluk-makhluk fantasi lainnnya, tetapi bisa juga berarti masa ketika seseorang yang sebelumnya bukanlah apa-apa dan kemudian merasa telah menentukan kepribadiannya yang akan ditunjukkan pada dunia dan menjadikannya apa-apa.




Ingatlah bahwa kita tidak akan lama bertahan hidup jika sendirian. Bukankah ada orang tua?. Oke, mungkin untuk sebagian orang, orang tua atau keluarga adalah tempat kita kembali yang cukup nyaman ketika kita dihadapkan oleh segudang masalah. Akan tetapi, selalu ada kalanya ketika kita lepas dari orang tua dan dituntut untuk menjadi manusia yang mandiri. Ketika saat itu pulalah kita belajar bagaimana bersosialisasi dengan manusia lainnya dan mendapat banyak relasi yang menjadi pelangi di lembayung senja hidup kita. Di waktu yang bersamaan saat kita mengenal seseorang, kita juga belajar memupuk benih dan menakar kepercayaan pada orang-orang yang diyakini dapat memegangnya. Menghilangkan kepercayaan pada orang lain bukanlah ide yang bagus ketika kita mendapati konflik di antara hubungan kita dan orang-orang dalam hidup kita. Hal itu hanya mempersempit ruang dan peluang dalam menemukan batu loncatan menuju kebahagiaan. Kepercayaan itu tetap diperlukan, hanya saja semua memiliki takarannya masing-masing. Jadi, tidak ada salahnya jika kita membangun hubungan erat layaknya seorang sahabat yang tak terpisahkan hingga akhir hayat.

Dengan kita berbagi rasa satu sama lain, diharapkan dapat meringankan beban batin dan emosi yang dirasakan. Apalagi jika orang yang dijadikan tempat mencurahkan isi hati kita dapat memberikan sentuhan motivasi dan solusi yang baik dalam membantu menyelesaikan masalah. Salah seorang teman pernah berkata bahwa sesuatu hal yang bersangkutan dengan emosi yang buruk apabila disimpan sendiri dalam hati yang sedang dalam keadaan lemah akan menjadi sebuah energi negatif bagi tubuh dan menimbulkan penyakit-penyakit disekitar tubuh. Tentu tidak ada yang mau merasakannya, bukan? Dengan demikian, coba yuk kita mulai berbagi dari sekarang dengan niat positif, menjunjung tinggi nilai cita-cita, dan meraih masa depan bersama serta mewujudkan harapan orang-orang yang berarti dalam hidup kita.

Sementara itu ada juga tetesan air mata yang jatuh karena sakitnya yang tepat kena di hati. Entah bagaimana menjelaskannya, tetapi hal ini terjadi pada banyak orang di sekitar saya belakangan ini. Lagi-lagi berawal pada sebuah kesalahan. Kesalahan kecilkah? Atau kesalahan besar? Keduanya bisa menjadi kemungkinan. Akan tetapi, tidak hanya kesalahan yang dapat menyebabkan air mata mengalir deras, tetapi juga bisa terjadi karena kesalahpahaman dan ketiadaannya akan pengertian di antara beberapa orang. Betapa sulitnya ketika kebohongan disembunyikan dan dikubur dalam-dalam layaknya bangkai seraya berharap aroma busuknya tidak akan tercium oleh siapapun. Ketika itu semua orang berharap pada si tupai yang pandai melompat dari satu pohon ke pohon lainnya agar tidak jatuh dan ditertawakan oleh kawanannya. Lantas berada dimana para pemberani yang berusaha untuk memamerkan kehebatan dan kelebihan yang sesungguhnya tidak abadi? Hmhmhm… *senyum tipis*. Sungguh kasihan sekali para prajurit kepercayaan raja yang telah kehilangan pedang di medan perangnya itu. Mereka telah bersukar ria melawan tentara musuh demi merebut kemenangan dan mempertahankan harkat dan martabat kerajaan, tetapi pada akhirnya mereka tetap dijadikan sebagai sandaran kaki raja yang setia.

Dusta dapat menjadi salah satu sebab kesedihan. Tidak jauh berbeda dengan sesuatu yang berusaha disembunyikan dengan niat agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Mungkin bagi beberapa orang ada yang dengan mudah menyembunyikan rahasia hidupnya hingga hayatnya berakhir bahkan sampai rahasia itu menjadi sebuah misteri yang diwariskan kepada keturunannya, tetapi ada juga yang kelabakan dalam menyembunyikan banyak hal besar yang mungkin hanya dia dan Dia yang mengetahuinya. Namun, tetap perlu diwaspadai apa yang sebenarnya disembunyikan di balik itu semua. Faktanya, tidak sedikit suatu keburukan yang disembunyikan oleh sebagian orang yang pada akhirnya terungkap. Suatu waktu ada seseorang yang berkata pada saya,”Sekeras apapun seseorang menyembunyikan keburukan dalam hidupnya, niscaya cepat atau lambat akan terungkap juga baik secara langsung maupun tidak langsung”. Lagipula akan lahir banyaknya dosa jika keburukan yang disembunyikan dapat menimbulkan kerugian bagi beberapa orang sekelilingnya. Merugi bisa menghasilkan kesedihan, kekecewaan, kemarahan, dan kegagalan bagi orang yang dirugikan. Jadi, gunakanlah pemikiran yang panjang sebelum menyembunyikan keburukan dalam hidup yang singkat ini. Hidup berlatar kebohongan itu tidaklah mudah, dusta hanya menjadi beban yang selalu menghantui dan berusaha menjerat kita dalam kekangan tali nestapa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar