Dia
bukanlah yang terbaik di antara yang baik. Dia juga bukan yang baik di antara
yang kurang baik. Namun jangan sebut dia yang terburuk di antara yang buruk.
Meskipun nyatanya banyak yang sibuk menyebut dirinya manusia terkutuk. Namanya
kini bukan lagi sekadar nama. Namanya kini telah setara dengan bangkai perusa
buas yang dihinggapi penyakit menular mematikan. Bahkan banyak telinga yang tak
menerima suara yang menyebutkan namanya dan pikiran yang memadamkan penerangan
ketika ingat tentang dirinya. Lihatlah... angin yang datang dari beberapa arah
berlawanan itu. Angin-angin itu telah menyebarkan penyakit yang dibawa bangkai
perusa kepada setiap jiwa yang diembuskannya.
Semua
insan berakal tahu bahwa tidak ada yang sempurna di alam semesta. Paham ini menjamur
di berbagai tempat, tapi tidak semua akar terkubur di tanah yang subur. Ada
permukaan yang bisa menjadi sumber pakan namun tidak menyejahterakan. Ada pula
daratan gersang yang mematilayukan. Harapnya masih ada tanah gembur yang kaya
energi agar mampu bertahan hidup dan menunggu mekarnya mahkota yang masih
menguncup di atas takhta. Hal ini mencuatkan tanda tanya besar yang membebani
bahu pendek itu. Tembok raksasa yang dibangun berkelok-kelok tak menggugah
niatnya untuk meluruskan hal yang bukan menjadi kewajibannya. Dia lebih memilih
berdiam diri sambil menunggu datangnya keajaiban. Lagipula Tuhan beserta
malaikat-Nya tak pernah tidur mengawasi jagat raya.
Dirinya
tampak lelah, mungkin karena terlalu banyak perkataan pedas yang membuat
telinganya memanas. Hidupnya menjadi agak cemas karena sekitar yang membuat
dirinya merasa terjumus ke dalam cerita nahas. Perasaan jujur yang
mengungkapkan kebingungan itu tak lagi sanggup ia tutupi. Kendati dirinya
berusaha mengangkat kepala untuk menunjukkan senyum lebar sampai ke pipi.
Ini
bukan hanya tulisan yang menggambarkan penderitaan seseorang, melainkan juga
seberkas kata yang terkumpul ketika dirinya merasa diserang. Namun banyak indera
yang menyangka bahwa ini hanyalah ungkapan sekilas rasa dari orang yang memelas
iba. Acuh memang kunci yang tepat di saat seperti ini walaupun di balik ini ada
diri yang sedang diperbaiki.
Saat
ini ada beberapa rangkai yang sedang giat mengadu domba dan menghias wajah
terbaik mereka dengan kisah-kisah yang tak terduga. Mungkin dari semua
rangkaian itu menghantarkan amarah yang memercikan arus kebencian. Mereka
sangat cerdas dalam memanipulasi keadaan dengan gambar percakapan yang mereka
buat. Masing-masing di antaranya saling berlomba membersihkan nama diri tanpa
disadari ada hati yang sedang merasa dikuliti. Satu hal... Pernyataan yg sangat
umum dan sering diungkapkan orang banyak yaitu 1000 kebaikan takkan tampak
karena 1 kesalahan atau keburukan. 1 kesalahan atau keburukan akan lebih diingat
dibanding 1000 kebaikan. Dia mungkin bukan orang dengan 1000 kebaikan. Justru
mungkin dia adalah orang dengan 1000 kesalahan atau keburukan. Tapi seandainya
dia punya cermin yang bisa bicara, dia akan memberikannya pada mereka yang
berdiri tegap dengan kesombongan yang mereka anggap kebenarannya. Lalu dia akan
mengajak mereka becermin bersama. Karena cermin tidak akan pernah berbohong dan
selalu menggambarkan kebenaran yang sesungguhnya. Cermin bisa menyadarkan diri
seseorang karena bayangan yang tak pernah berbeda dan selalu sama. Dan cermin pun bisa menunjukkan
sesuatu di belakang bayangan tubuh yang tak pernah disadari pemiliknya. Namun
cermin itu bukan untuk menyadarkan mereka yang mengaku suci hatinya, melainkan
untuk memberitahu kebenaran yang paling tampak tapi tidak pernah terlihat oleh
mata yang selalu diselubungi kebencian. Semua menganggap bahwa ini semua karena
kesalahannya, tapi adakah satu orang saja yang meilirik sedikit penderitaan
yang dialaminya? Karena ini bukan masalah pilihan hidup. Dirinya selalu
menginginkan hidup yang baik. Namun ada hal lain yang selalu mengubah
haluannya. Dan hal lain itu sama sekali tak pernah dimengerti oleh siapa pun.
Karena yang lain hanya terus sibuk dengan pembelaan dan pembenaran terhadap dirinya
dan merasa lebih cerdas dengan nasihat-nasihat yang tidak dilakukan di dalam
hidupnya.
Walaupun
tidak ada yang mengerti, pria pendek ini tidak memilih untuk mengakhiri
hidupnya. Banyaknya tawa yang melecehkan, sindir yang memerihkan, orang lain
yang selalu jadi bahan perbandingan, caci maki yang mengenyangkan, cercaan yang meyakinkan, dan sumpah-sumpah yang mengerikan telah ditelannya
mentah-mentah. Namun perkara itu tidak melunakkan ketahanan hidupnya. Soal itu
bisa dijadikan hiasan kamar tidurnya yang cukup mengingatkan akan sebuah
pelajaran ketika tubuhnya terbangun di pagi hari yang menanti senyum palsunya.
Jangan
sangka bahwa ini adalah bentuk ketidaktahuandirinya. Ia hanya mencoba
memperbaiki keadaan hidupnya yang ditemani dengan obat-obatannya yang setia dan
jadi makanan sehari-harinya. Cukup sumbangkan doa agar Tuhan mengembalikannya
ke jalan yang seharusnya sehingga dirinya tenang ketika kembali dalam
pelukan-Nya walaupun masih banyak utang tersisa yang masih selalu
diperhitungkan oleh mereka yang tak mampu mengikis benci yang tertanam kuat di
dalam hati. Tidak mudah memang membuka pintu maaf dan ikhlas untuk orang yang
meninggalkan banyak jejak luka. Akan tetapi, apa lagi yang bisa diharapkan jika
orang yang dibenci sudah mati walaupun mungkin ada di antaranya yang berharap
orang mati itu terjatuh ke dalam lembah neraka yang penuh dengan penderitaan
abadi. Dia hanya ingat bahwa Tuhan Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun meskipun
kita bukan nabi yang bisa tahan menerima cobaan yang tak henti-henti.